Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia Oleh: Jamilatur Rohma* Pada kisaran tahun 1998, Dewan Perwakilan Daerah lahir sebagai satu dari sekian banyak tuntutan untuk membuat sebuah lembaga tidak lagi bersifat sentralistik. Tuntutan ini akhirnya terpenuhi dan tertuang di dalam pasal 2 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan adanya isi dari pasal tersebut Indonesia secara langsung mengidentifikasikan diri untuk menganut sistem perwakilan dua kamar atau yang biasa disebut bicameral system. Konsep awal Sistem dua kamar ini pada awalnya diharapkan menjadi penyeimbang antar lembaga lembaga perwakilan yang sebelumnya begitu memusat, dimana DPR RI merupakan representasi dari perwakilann politik rakyat sedangkan DPD merupakan perwakilan Daerah  yang keduanya di

Doa

Menuju petang, Datang doa yang berlariklarik, Aku kamu mencoba merayu Tuhan bersama angin yang kian menggigil. Bawalah satu-satu atau sisa lisan yang merapal doa, Semoga-semoga. Di tengah segala ketidakpastian, Malam terlalu dini merangkul segala kata dari relung yang terluka berharap menjelma baja. Oh. . Apa yang bisa dibanggakan dari seonggok daging yang tak terpejam di tengah malam? Kecuali berharap tetap bisa berdiri meski setengah bungkuk di tengah badai. Kau dan aku di tengah batas kesadaran, Berharap tetap terjaga sampai akhir.

Refleksi

Satu detik sebelumnya menjadi jejak masa lalu. Satu detik ke depan adalah ketidakpastian, Prediksi yang kadang tak presisi, Dan kekhawatiran. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menerka masa depan bahkan rentang satu menit setelah dia berucap, Berpikir, Atupun diam. Lalu buat apa memperbesar ego? Menyombongkan semua yang ternyata hanya titipan dan sementara. Bahkan kulit dan napas kita?.

Tentang

Di kedalaman matamu, ada sewujud sungai. Tersembunyi di antara ribuan sinar. Sungai yang beriak pelan mengalur sepanjang pandang. Ada wujud yang disembunyikannya di tengah malam. Diantara ribuan lelap dan mimpi, Tentang sepi yang menyakitkan, tentang hal mudah yang tak terkatakan. Sungai itu begitu dalam, begitu kelam.

Selamat malam

Dalam sedepa, mata menyorot di bawah temaram. Mata; Disana kusimpan seribu kata yang kelu sebelum keluar. Adakah sesuatu dapat dipahami tanpa kata? Sedang kulihat mata teduh itu tak lagi terlihat sama. Adakah sesuatu dapat berubah bagai sulap yang begitu sekejap? Ada mendung mengintip. Aku buru-buru undur.

Mari berdoa

Mari berdoa Barangkali akan kita temukan larik-larik suara yang mengalun ketika kelam. Di tengah perjalanan, cahaya melambat untuk menuju pagi. Mungkin alunan itu terdengar seperti desah resah seorang hamba. Tentang batu yang tetap keras setelah ditimpa jutaan tetes air. Atau tentang penantian yang terkadang begitu dingin dan gelap. Barangkali suara-suara itu ada ketika rintik hujan terdengar seperti lagu pengantar tidur bagi manusia-manusia lain. Ada ruh yang terjaga dengan sejuta kegamangan yang tak kunjung usai. Setelahnya suara-suara berasyik masyuk menjemput pengharapan. Udara terasa begitu dingin dari biasanya. Mengantar sekelumit kisah yang membuat pening. Adakah yang lebih gelap dari pengharapan di ambang keputus asaan? ‌

2

Aku meyakini yang diceritakan seseorang kepada orang lain bahkan sahabatnya adalah hal yang biasa saja. Bukan yang istimewa. Karena biasanya sesuatu yang terbaik maupun yang terburuk akan disimpan sendiri. Siapa yang sudi berbagi hal-hal seperti itu?. Semakin aku banyak berkeluh kesah tentang diriku terhadap orang lain, semakin aku membeberkan hal-hal pribadi aku menjadi semakin rentan dan merasa begitu terbuka. Entah tapi itu tak mengenakkan. Aku seperti ditelanjangi sedikit demi sedikit. Dan berada di kondisi rentan membuat ku tak nyaman. Maka aku memilih menjadi pendengar saja. 

Lelaki

‌Lelaki. Jika sepagi ini kita telah membagi cerita, sedang mata-mata terus mengekori punggung kita. Bisakah kita berkeluh sebuah rahasia? Lalu seperti membungkam, mata itu terkadang membawa benang, menjahit mulut dan ingatan kita yang tak retak. Aku-kamu sepagi ini sudah selesai berbisik 2 kalimat pendek dengan sekali napas, begitu perlahan mungkin tandingan gemerisik angin tadi malam. Bisakah aku berbisik 1000 kisah sisa yang aku rangkum semalam? Tapi mata-mata itu mulai membawa tali-menali ingatan agar tak keluar, menali mata agar kehilangan cahaya, sedang belum apa apa kau sudah jengah.

1

Dulu semuanya berjalan begitu mudah. Kehidupan berhasil kulalui tanpa ada sesuatu yang menyiksa; masa kecil yang sederhana, masa remaja yang biasa- biasa saja. Semua berjalan seakan sudah semestinya. Tak ada yang istimewa. Beranjak semakin dewasa pikiran ternyata semakin bercabang. Tak ada kata yang terlihat begitu sederhana untuk dilalui tanpa konflik. Terkadang aku harus mengambil jalan memutar untuk menemukan secuil cerita yang sebenarnya ada tak jauh dariku. Apa yang sebenarnya ku bicarakan sekarang?. Entah akupun tak sebegitu mengerti. Terkadang pembicaraan, kata-kata yang keluar terasa begitu tidak tepat, terasa begitu janggal dari tujuan aku mengeluarkan kata- kata itu. Tapi begitulah. Semakin aku dewasa mungkin kata-kata dan semua perkara yang sederhana sebelumnya menjadi sedikit rumit. Mungkin cukup membuat aku mengkerut kening semalaman. Apa yang salah dari berpikir? Tak ada sebenarnya, tak ada yang salah. Bahkan ketika aku berada dalam kondisi paling dasarpun tak ada yang

Sepenggal

Dokumentasi pribadi Selamat pagi. Menapak menuju persimpangan. Sunyi membikin kegamangan tak sudah-sudah. Ah adakah yang lebih pekat dari hitam kopimu?. Mari kembali berbincang tentang pilihan yang datang mendesak. Jika suatu pagi kau sudi tandang, kusuguhkan secangkir kopi yang mengepul, menemani kita yang sedang meruntut kisah rumit. Cepatlah, karena di satu waktu ada saatnya aku harus berjalan-bertemu persimpangan dan harus memilih dengan matang. Mari, aku punya kopi hitam yang akan menemani ceritaku yang panjang. Dan membosankan.

Terpesona "Cincin Merah Di Barat Sonne"

Terpesona "Cincin Merah Di Barat Sonne" 1 Awalnya aku membersihkan deretan rak buku di pojok kiri tempat tidurku. Sekitar satu meter dari pintu yang terbuka.  Membersihkan rak buku di malam hari sebenarnya bukan kebiasaanku.   Apalagi mengingat aku adalah orang yang cukup malas untuk meneliti dan menjaga buku bebas dari debu setiap hari,  Biasanya cukup membersihkannya 3 hari sekali selebihnya aku hanya menata agar buku-buku itu tidak terlihat berantakan. Aku membersihkan deretan panjang kumpulan kertas yang berisi ribuan kata itu sebagai penghilang jenuh setelah sekian waktu berkutat kepada materi kuliah yang besok akan diujikan,  Pekerjaan yang membosankan. Lalu setelahnya,  Mataku menemukan satu buku,  Sampul dominan biru laut monoton dengan judul yang cukup menarik, "Cincin Merah Di Barat Sonne, Andi Arsana, " bisikku sambi memiringkan kepala ke kanan untuk membaca judul lebih jelas. Aku ingat buku ini belum pernah aku baca,  Tidak semua buku yang kupunyai t

Perihal memotret diam-diam

Dokumentasi pribadi Perihal memotret diam-diam Menurutmu kenapa para selebritis kadang kala merasa kesal jika diambil potretnya oleh paparazi padahal foto-foto mereka sudah begitu bertebaran di mana-mana? Padahal mereka sangat sering melakukan pemotretan, syuting, atau apapun yang menyebabkan wajah mereka akan dibidik-masuk tv-majalah-maupun di bungkus-bungkus kemasan suatu produk?. Mungkin salah satu alasannya karena memotret secara sembunyi-sembunyi adalah hal yang melanggar privasi. Soal privasi, sebagian orang mungkin akan merasa risih dan terganggu jika batas batas privat itu dilangkahi secara sengaja oleh orang lain. Dan tanggapan seseorang terhadap seorang yang begitu lancang itu berbeda-beda. Ada yang mungkin menganggapnya hal yang tidak perlu dipikirkan terlalu serius berpikir mereka bukan orang pengibg maupun artis. Mungkin ada yang akan begitu marah mencecar dengan semua kosa-kata celaan yang tersusun rapi diingatan ketika menangkap basah orang dengan kategori di

Percakapan

Wanita itu duduk menunggu pesanan di sebuah cafe teduh yang baru pertama didatanginya. Lelaki yang seharian ditemaninya mengajak untuk sekedar menyeruput kopi. Ah lelaki yang begitu baik. "Silahkan," pemuda yang mungkin berumur 20an mengantar pesanan yang mereka tunggu. tersenyum ramah meletakan satu cup ice cream coklat di depanku, setelah itu kopi espresso tersaji manis di depannya. Lelaki itu terkekeh geli setelah pramusaji undur, "kita sudah harus berganti selera sepertinya". "Sudahlah, tak semua harus kau pikirkan serius," wanitanya tersenyum tipis. Menukar posisi minuman mereka. Selalu seperti itu, pesanan tertukar. Prianya adalah lelaki yang tidak bisa meminum kopi meski seteguk, sedangkan si wanita adalah penikmat pahitnya kopi. Lucunya sebagian orang menganggap jenis minuman juga melingkupi jenis kelamin di dalamnya. Kopi untuk pria, coklat ataupun ice cream untuk wanita. "Coba kurangi untuk minum kopi malam hari, tak baik untuk kesehat