Langsung ke konten utama

Postingan

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia Oleh: Jamilatur Rohma* Pada kisaran tahun 1998, Dewan Perwakilan Daerah lahir sebagai satu dari sekian banyak tuntutan untuk membuat sebuah lembaga tidak lagi bersifat sentralistik. Tuntutan ini akhirnya terpenuhi dan tertuang di dalam pasal 2 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan adanya isi dari pasal tersebut Indonesia secara langsung mengidentifikasikan diri untuk menganut sistem perwakilan dua kamar atau yang biasa disebut bicameral system. Konsep awal Sistem dua kamar ini pada awalnya diharapkan menjadi penyeimbang antar lembaga lembaga perwakilan yang sebelumnya begitu memusat, dimana DPR RI merupakan representasi dari perwakilann politik rakyat sedangkan DPD merupakan perwakilan Daerah  yang keduanya di
Postingan terbaru

Doa

Menuju petang, Datang doa yang berlariklarik, Aku kamu mencoba merayu Tuhan bersama angin yang kian menggigil. Bawalah satu-satu atau sisa lisan yang merapal doa, Semoga-semoga. Di tengah segala ketidakpastian, Malam terlalu dini merangkul segala kata dari relung yang terluka berharap menjelma baja. Oh. . Apa yang bisa dibanggakan dari seonggok daging yang tak terpejam di tengah malam? Kecuali berharap tetap bisa berdiri meski setengah bungkuk di tengah badai. Kau dan aku di tengah batas kesadaran, Berharap tetap terjaga sampai akhir.

Refleksi

Satu detik sebelumnya menjadi jejak masa lalu. Satu detik ke depan adalah ketidakpastian, Prediksi yang kadang tak presisi, Dan kekhawatiran. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menerka masa depan bahkan rentang satu menit setelah dia berucap, Berpikir, Atupun diam. Lalu buat apa memperbesar ego? Menyombongkan semua yang ternyata hanya titipan dan sementara. Bahkan kulit dan napas kita?.

Tentang

Di kedalaman matamu, ada sewujud sungai. Tersembunyi di antara ribuan sinar. Sungai yang beriak pelan mengalur sepanjang pandang. Ada wujud yang disembunyikannya di tengah malam. Diantara ribuan lelap dan mimpi, Tentang sepi yang menyakitkan, tentang hal mudah yang tak terkatakan. Sungai itu begitu dalam, begitu kelam.

Selamat malam

Dalam sedepa, mata menyorot di bawah temaram. Mata; Disana kusimpan seribu kata yang kelu sebelum keluar. Adakah sesuatu dapat dipahami tanpa kata? Sedang kulihat mata teduh itu tak lagi terlihat sama. Adakah sesuatu dapat berubah bagai sulap yang begitu sekejap? Ada mendung mengintip. Aku buru-buru undur.

Mari berdoa

Mari berdoa Barangkali akan kita temukan larik-larik suara yang mengalun ketika kelam. Di tengah perjalanan, cahaya melambat untuk menuju pagi. Mungkin alunan itu terdengar seperti desah resah seorang hamba. Tentang batu yang tetap keras setelah ditimpa jutaan tetes air. Atau tentang penantian yang terkadang begitu dingin dan gelap. Barangkali suara-suara itu ada ketika rintik hujan terdengar seperti lagu pengantar tidur bagi manusia-manusia lain. Ada ruh yang terjaga dengan sejuta kegamangan yang tak kunjung usai. Setelahnya suara-suara berasyik masyuk menjemput pengharapan. Udara terasa begitu dingin dari biasanya. Mengantar sekelumit kisah yang membuat pening. Adakah yang lebih gelap dari pengharapan di ambang keputus asaan? ‌