Langsung ke konten utama

pengalaman Memulai Usaha Kayak Jatuh Cinta


Dulu, sekitar dua tahun yang lalu saya sempat mengikuti pembekalan. Pembekalan tersebut tujuannya agar kami tergugah nantinya untuk memulai usaha, berbisnis kreatif, dan nantinya menghasilkan uang sendiri. Jujur pada saat itu saya menganggap menjadi seorang "pebisnis" tak masuk dalam keinginan saya, mau bagaiamana lagi saya berpikir kuliah saja pasti sudah sangat melelahkan apalagi harus memulai satu usaha?.
 Tapi bagaimana  saya sekarang? Tak terasa sekarang saya sudah memiliki usaha hampir sama lamanya dengan usia studi saya di perguruan tinggi, 2 semester!. Lho kok?.
Aneh memang. Tapi mau bagaimana lagi, saat keengganan berubah menjadi keharusan. Saya berpikir di usia saya yang hampir 20 tahun uang jajan dan ongkos ngampus masih harus minta ke orang tua. Haduh saya malu!. Akhirnya saya memberanikan untuk memulai usaha saya dengan membuat jajanan tradisional dan saya jual di kos teman teman saya. Hasilnya sih lumayan, yang penting tidak rugi, pikir saya waktu itu. Tapi seiring waktu bisnis jajanan tradisional dari singkong itu tidak lagi saya lanjutkan masalahnya adalah produk tersebut hanya bisa bertahan 2 hari dan prosesnya bisa seharian sedangkan jadwal kuliah semester awal sangat padat.
Saya akhirnya mencari peluang baru, melihat-lihat sekitar dan tentunya melihat ke dalam diri saya. Dan akhirnya saya menyadari satu hal, bahwa saya harus membuat usaha dibidang yang saya sukai untuk awal dan agar usaha ini berlangsung lama.dan EUREKA! Saya dapat ide untuk memulai berbisnis buku. Semangat sudah menggebu-gebu bertanya kesana-kemari dan hasilnya, semangat saya mulai kendor karena buku-buku di pasaran sangat mahal tidak mungkin dijual lagi untuk mendapatkan hasil. Waktu itu ada sih tawaran untuk menjual buku-buku bacaan tetapi bukan buku asli alias bajakan. Saya tidak mau mengingat buku bajakan royaltinya tidak akan sampai ke  penulis sedangkan tidak semua penulis kaya raya.
Saya mulai pusing, berpikir mungkin rencana  usaha saya tidak bisa saya realisasikan. Walaupun sudah pesimis banget saya ahirnya tetap mencari waktu itu saya pergi ke Malang dan Surabaya untuk melihat-lihat. Ya itung-itung jalan-jalan!. Setelah perjalanan itupun jujur saya belum menemukan apa yang saya cari dan saya perlukan. Karena lelah saya stop dulu usaha saya mencari jalan keluar. Saya merasa semua jalan buntu untuk aaya memulai usaha.
Dan akhirnya Tuhan memberi saya jalan untuk memulai peruntungan di bidang ini. Saya dapat tempatnya. Akhirnya saya berangkat dan memilih buku yang hendak saya jual pulang dengan wajah sumringah tapi sesampainya di rumah .... saya bingung, "buku ini mau saya jual kemana?" Tambah bingungnya saat melihat buku yang saya pilih banyak yang hanya berdasar kesukaan saya, sejarah nasional, sejarah islam, konspirasi. Haduh saya tambah bingung kok bisa pilihan buku saya seperti itu padahal tidak semua suka membaca jenis buku itu. Dan dari pengalaman setengah jalan memulai usaha ini saya tahu, kalau saya sama sekali masih belum siap untuk memulai usaha ini.
Semua Butuh Proses
Karena tahu saya belum siap saya menyiapkan diri dulu, saya tinggalkan permasalahan buku yang sudah kadung saya beli. Saya membangun dari awal fondasi rapuh yang saya buat. Saya mulai mencari relasi, mencari teman yang lama tidak saya hubungi, memilih tempat, mempelajari minat baca kumpulan orang yang ingin saya bidik, mulai memetakkannya dan membedakannya. Satu tempat dan tempat lain beda karakteristiknya. Setelah mempelajari itu saya pun berangkat untuk membeli barang baru, belajar lebih hati-hati memilih, menahan godaan untuk tidak hanya memikirkan apa yang saya suka.
Saya menjadi semakin berhati-hati dalam memilih karena modal saya hanya insting. Meyakini buku yang saya pilih akan dibeli dan dibaca tentu sulit.  Ada kalanya saya menjadi sangat pusing ketika hutang usaha yang jatuh tempo sedangkan buku masih menumpuk dirumah. Ketika saya melihat stok dalam jumlah banyak seringnya saya menjadi pusing. Pusing mikir hasil, pusing barabg itu mau saya apakan. Pokoknya banyak pusingnya.
Memulai usaha memang butuh kerja keras, menjadi pengusaha tak melulu yang dipikirkan hanya untung. Untung itu enak-enaknya saja, tapi dibalik itu terkadang pengusaha harus mengerutkan kening, menjadi sakit kepala pun sering. Yang terpenting adalah menjadi tetap optimis bahkan di keadaan yang benar-benar sedang sulit.
Saya sedang berada dalam proses. Proses belajar, mencoba menjadi yang lebih baik entah bagaimana nanti ke depannya. Dan akhirnya, setelah berbulan-bulan beginilah saya masih bertahan. Saya suka prosesnya, saya menikmatinya dan saya jatuh cinta, ketagihan untuk terus memulai usaha-usaha baru.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia Oleh: Jamilatur Rohma* Pada kisaran tahun 1998, Dewan Perwakilan Daerah lahir sebagai satu dari sekian banyak tuntutan untuk membuat sebuah lembaga tidak lagi bersifat sentralistik. Tuntutan ini akhirnya terpenuhi dan tertuang di dalam pasal 2 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan adanya isi dari pasal tersebut Indonesia secara langsung mengidentifikasikan diri untuk menganut sistem perwakilan dua kamar atau yang biasa disebut bicameral system. Konsep awal Sistem dua kamar ini pada awalnya diharapkan menjadi penyeimbang antar lembaga lembaga perwakilan yang sebelumnya begitu memusat, dimana DPR RI merupakan representasi dari perwakilann politik rakyat sedangkan DPD merupakan perwakilan Daerah  yang keduanya di

Terpesona "Cincin Merah Di Barat Sonne"

Terpesona "Cincin Merah Di Barat Sonne" 1 Awalnya aku membersihkan deretan rak buku di pojok kiri tempat tidurku. Sekitar satu meter dari pintu yang terbuka.  Membersihkan rak buku di malam hari sebenarnya bukan kebiasaanku.   Apalagi mengingat aku adalah orang yang cukup malas untuk meneliti dan menjaga buku bebas dari debu setiap hari,  Biasanya cukup membersihkannya 3 hari sekali selebihnya aku hanya menata agar buku-buku itu tidak terlihat berantakan. Aku membersihkan deretan panjang kumpulan kertas yang berisi ribuan kata itu sebagai penghilang jenuh setelah sekian waktu berkutat kepada materi kuliah yang besok akan diujikan,  Pekerjaan yang membosankan. Lalu setelahnya,  Mataku menemukan satu buku,  Sampul dominan biru laut monoton dengan judul yang cukup menarik, "Cincin Merah Di Barat Sonne, Andi Arsana, " bisikku sambi memiringkan kepala ke kanan untuk membaca judul lebih jelas. Aku ingat buku ini belum pernah aku baca,  Tidak semua buku yang kupunyai t

Tentang

Di kedalaman matamu, ada sewujud sungai. Tersembunyi di antara ribuan sinar. Sungai yang beriak pelan mengalur sepanjang pandang. Ada wujud yang disembunyikannya di tengah malam. Diantara ribuan lelap dan mimpi, Tentang sepi yang menyakitkan, tentang hal mudah yang tak terkatakan. Sungai itu begitu dalam, begitu kelam.