Langsung ke konten utama

pekat kopi



Kau berjalan terlalu jauh, padahal disini gulita
Ada kerikil yang kau rasakan perlahan mengelitik kakimu

Dokumentasi pribadi.
Ada lumpur yang basah singgah disana
Bermain dengan jemari
Tetap saja kau meraba masa lalu

Disana ada kita menjelma kopi
Hitam-pekat-sedikit manis.
Ada satu yang mengendap di cangkir itu; hatiku hatimu.
Mari menyeruput sedikit.
Ada lelah disana, searoma napas kita yang terengah bersama menyisakan ruap yang membuat semakin nikmat
Kopi adalah kita ketika zaman tak lagi usang
Menikmati rasa bersama, ada puisi yang tiba tiba saja tercipta di tembok itu
Puisi tentang kisah kita yang tak semanis kisah rangga dan cinta
Ah, kawan kopi kita tinggal sedikit, lalu habis
Ada yang enggan pergi dari masa itu; ingatan
Ada yang tersisa di cangkir kopi ; pekat hatiku hatimu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia

Kedudukan dan Ketimpangan Wewenang di dalam Sistem Perwakilan di Indonesia Oleh: Jamilatur Rohma* Pada kisaran tahun 1998, Dewan Perwakilan Daerah lahir sebagai satu dari sekian banyak tuntutan untuk membuat sebuah lembaga tidak lagi bersifat sentralistik. Tuntutan ini akhirnya terpenuhi dan tertuang di dalam pasal 2 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang berbunyi: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Dengan adanya isi dari pasal tersebut Indonesia secara langsung mengidentifikasikan diri untuk menganut sistem perwakilan dua kamar atau yang biasa disebut bicameral system. Konsep awal Sistem dua kamar ini pada awalnya diharapkan menjadi penyeimbang antar lembaga lembaga perwakilan yang sebelumnya begitu memusat, dimana DPR RI merupakan representasi dari perwakilann politik rakyat sedangkan DPD merupakan perwakilan Daerah  yang keduanya di

Terpesona "Cincin Merah Di Barat Sonne"

Terpesona "Cincin Merah Di Barat Sonne" 1 Awalnya aku membersihkan deretan rak buku di pojok kiri tempat tidurku. Sekitar satu meter dari pintu yang terbuka.  Membersihkan rak buku di malam hari sebenarnya bukan kebiasaanku.   Apalagi mengingat aku adalah orang yang cukup malas untuk meneliti dan menjaga buku bebas dari debu setiap hari,  Biasanya cukup membersihkannya 3 hari sekali selebihnya aku hanya menata agar buku-buku itu tidak terlihat berantakan. Aku membersihkan deretan panjang kumpulan kertas yang berisi ribuan kata itu sebagai penghilang jenuh setelah sekian waktu berkutat kepada materi kuliah yang besok akan diujikan,  Pekerjaan yang membosankan. Lalu setelahnya,  Mataku menemukan satu buku,  Sampul dominan biru laut monoton dengan judul yang cukup menarik, "Cincin Merah Di Barat Sonne, Andi Arsana, " bisikku sambi memiringkan kepala ke kanan untuk membaca judul lebih jelas. Aku ingat buku ini belum pernah aku baca,  Tidak semua buku yang kupunyai t

Tentang

Di kedalaman matamu, ada sewujud sungai. Tersembunyi di antara ribuan sinar. Sungai yang beriak pelan mengalur sepanjang pandang. Ada wujud yang disembunyikannya di tengah malam. Diantara ribuan lelap dan mimpi, Tentang sepi yang menyakitkan, tentang hal mudah yang tak terkatakan. Sungai itu begitu dalam, begitu kelam.